Estonia, negara kecil di Eropa yang pernah bergabung dengan Uni Soviet, pada April-Mei 2007 dibuat lumpuh oleh ulah jutaan zombie cyber, ciptaan robot network atau botnet. Kelumpuhan itu meliputi operasional pemerintahan, perbankan, hingga aktivitas warga.

Peristiwa fenomenal itu memberi pelajaran bagi masyarakat modern di dunia, betapa kejahatan cyber semakin tak main-main. Tidak bisa tidak, tangan hukum harus menyusup pula di dunia cyber.

Seperti ditulis The New York Times pada 29 Mei 2007, perang cyber di Estonia tersebut disulut oleh keputusan pemerintah untuk memindahkan sebuah patung perunggu peringatan perang Soviet di ibu kota Estonia, Tallinn. Pemindahan itu menuai protes Rusia dan menimbulkan kerusuhan di antara etnis Rusia di Estonia. Rusia kemudian disebut-sebut di belakang serangan cyber tersebut.

Petrus Reinhard Golose dalam bukunya berjudul Seputar Kejahatan Hacking: Teori dan Studi Kasus menjelaskan, botnet merupakan program berbahaya yang dapat menyusup dalam banyak jaringan komputer. Komputer yang disusupi itu lalu beralih menjadi pasukan zombie, yang dapat dikendalikan secara lintas negara untuk menyerang sistem jaringan komputer yang menjadi target.

Dalam kasus Estonia, diperkirakan sekitar satu juta komputer dari wilayah Amerika Serikat hingga Vietnam dijadikan pasukan zombie untuk menyerang sistem jaringan di Estonia.

Akhirnya, Mei 2008, Estonia dan enam sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membentuk pusat komando perang cyber untuk menangkal serangan online yang mungkin melanda mereka. Kejahatan cyber menjadi prioritas yang diwaspadai.

Internet sudah merupakan second life, atau kehidupan kedua bagi banyak warga dunia saat ini. Operasional suatu negara pun kini makin tergantung pada sistem teknologi informasi.

”Oleh karena itu, perangkat hukum untuk mengatur dunia kedua ini sangat relevan,” kata Golose.

Berdampak nyata

Dalam disertasinya berjudul Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Hacking (dalam bidang Kajian Ilmu Kepolisian Program Pascasarjana Universitas Indonesia), Golose menyebutkan, kejahatan cyber tidak tepat disebut sebagai kejahatan maya. ”Dampaknya, kerugiannya sangat nyata. Sementara maya itu berarti tak nyata atau juga khayalan,” kata Golose.

Berdasarkan kongres ke-10 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pencegahan Kejahatan dan Penanganan Pelaku Tindak Pidana, kejahatan cyber dalam arti luas merupakan perilaku ilegal yang berhubungan dengan sistem komputer atau jaringan, termasuk kejahatan pemilikan, penawaran, atau distribusi dari komputer sistem atau jaringan.

Sumber:http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/24/01512899/cyber.crime.bukanlah.kejahatan.maya

0 komentar: